Takengon – Wakil Bupati Aceh Tengah Muchsin Hasan secara resmi membuka Workshop Alam dan Budaya dengan tema “Mengenal Kebudayaan, Menyelamatkan Gajah” pada Kamis (21/08/2025).
Workshop yang berfokus pada pemahaman filosofi Tari Guel sebagai jembatan untuk menjawab konflik antara gajah dan manusia ini, berlangsung di Nusantara Cafe & Resto Takengon, dengan tujuan utama meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa gajah dan budaya lokal.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Tokoh Masyarakat Ibnu Hajar Lut Tawar, Tokoh Budaya Muchlis Gayo, Kepala Dinas Perkebunan Sabrin, Anggota DPRK Fauzan, Praktisi Konservasi WWF-FKDI, BKSDA Aceh, Balai Pemajuan Kebudayaan Aceh, serta sejumlah aktivis kepemudaan dan lingkungan yang menunjukkan komitmen bersama dalam isu pelestarian ini.
Wabup Muchsin Hasan dalam paparannya menekankan pentingnya sinergi antara pelestarian budaya dan perlindungan alam.
Menurutnya, budaya dan alam adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Kearifan lokal dan tradisi yang diwariskan dari nenek moyang sering kali mengandung nilai-nilai harmoni dengan alam, termasuk cara hidup berdampingan dengan satwa liar.
“Budaya dan alam adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Melalui pemahaman mendalam terhadap warisan budaya kita, seperti Tari Guel, seharusnya kita bisa menemukan solusi untuk konflik yang sering terjadi, termasuk konflik antara manusia dan gajah,” ujar Muchsin.
Muchsin menjelaskan bahwa Tari Guel bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan representasi hubungan harmonis antara manusia dan alam, terkhusus lagi hubungan manusia dengan gajah.
Dalam pandangannya, gerakan-gerakan dalam tarian Guel tersebut memiliki makna yang mendalam, dan merupakan salah satu simbol penting yang menggambarkan interaksi manusia (pemuda Sengeda) yang menjinakkan gajah putih.
“Ini menunjukkan bahwa Tari Guel memiliki relevansi kuat dalam konteks pelestarian gajah, di mana pesan-pesan moral dan historisnya dapat menjadi panduan bagi masyarakat dalam menghadapi konflik dengan gajah” jelasnya.
Lebih lanjut, Muchsin juga memberikan pandangannya dari sisi pemerintahan. Dia berkomitmen akan terus menyertai upaya-upaya yang dilakukan banyak pihak dalam penyelesaian konflik manusia dan gajah secara berkelanjutan.
Dia berharap, melalui Workshop ini dapat menjadi langkah awal yang signifikan dalam mengintegrasikan nilai-nilai budaya Gayo ke dalam upaya pelestarian lingkungan.
Baginya, dengan pemahaman yang lebih baik terhadap budaya dan kearifan lokal, pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menemukan cara-cara inovatif dan lestari untuk hidup berdampingan dengan alam, terutama menjaga populasi gajah yang semakin terancam.
“Dengan memahami makna ini, kita diharapkan dapat lebih peka terhadap pentingnya menjaga habitat gajah dan mencari solusi terbaik.” Pungkasnya.
Acara yang diinisiasi oleh Penerima Anugerah Kebudayaan Aceh, Teuku Aga Diwantona ini, diharapkan dapat menjadi platform edukasi bagi masyarakat.
Teuku Aga menyebutkan bahwa workshop ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana nilai-nilai luhur budaya Gayo dapat diaplikasikan dalam upaya konservasi gajah di daerah itu.
Ia juga menambahkan bahwa konflik manusia dan gajah sebenarnya bukan persoalan baru, namun dengan pendekatan budaya, ia yakin akan ada solusi yang berkelanjutan.